Rabu, 18 November 2015

TUGAS UTS HUKUM JAMINAN
ANALISIS HUTANG PIUTANG BAWAH TANGAN
YANG MENJADIKAN TANAH SEBAGAI JAMINAN


Nama              : Muhammad Jamaludin                              Fakultas         : Fasih
Nim                 : 2822133014                                                 Jurusan           : HK V


           
            Dalam perjanjian ini  terdapat  beberapa pihak yang terkait dengan perjanjian utang – piutang . Adapun pihak – pihak  yang terkait adalah :
Pihak pertama ( debitur)         : Ibu Wasilah
Alamat                                    : RT 2 / RW 2,  Dsn.Alas Malang, Ds. Ngadirejo, Pogalan, Trenggalek
Umur                                       : 45 tahun

Pihak kedua (kreditur)            :  Bapak Sudar
Alamat                                    :  RT 2 / RW 2,  Dsn.Alas Malang, Ds. Ngadirejo, Pogalan, Trenggalek
Umur                                       : 57 Tahun

A.    Latar Belakang Peminjaman
Sekitar 3 tahun yang lalu, Ibu Wasilah sedang mengalami kesulitan keuangan ketika anaknya akan masuk ke Perguruan Tinggi, dikarenakan kebutuhan pokok Ibu Wasilah saat itu juga banyak yang harus dipenuhi untuk tetap mempertahankan bisnis dagangnya, akhirnya Ibu Wasilah mengambil inisiatif untuk meminjam uang kepada Bapak Sudar, tak lain ialah tetangganya sendiri. Demi memberikan rasa kepercayaan kepada bapak Sudar dengan tujuan agar dipinjami uang sebesar Rp 20.000.000,-. Ibu Wasilah memberikan jaminan sebuah sertifikat tanah yang berukuran 40m2 , dan bersedia mengangsur hutangnya selama 1 tahun dengan biaya angsuran per bulan Rp 1.750.000,-

B.     Waktu Pembuatan Perjanjian
Penjaminan ini terjadi sekitar 3 tahun yang lalu, atau lebih tepatnya pada bulan juli 2012.
C.    Hak dan Kewajiban Masing – Masing
Dalam masalah hak dan kewajiban ini pihak pertama dan kedua membuat kesepakatan sebagai berikut :
Pasal I
·         pihak pertama menjaminkan tanah seluas 40myang  berlokasi di Dsn.Ngadirejo – Desa pogalan – RT 2 / RW 2 – Trenggalek.
·         Pihak kedua telah menerima jaminan tanah tersebut dari pihak pertama sebagaimana yang disebut pada pasal I ayat 1.
Pasal II
·         Jenis tanah tersebut berupa tanah persawahan yang memiliki luas 40m2 yang berlokasi di Dsn. Ngadirejo – Desa Pogalan – RT 2 / RW 2 – Trenggalek.
·         Pihak pertama menyatakan bahwa tanah yang dijaminkan merupakan tanah pribadi dan bukan hak / milik orang lain.
Pasal III
·         Pihak pertama menjaminkan tanah tersebut sebagai jaminan atas hutangnya
Pasal IV
·         Pihak kedua telah menyerahkan uang kepada pihak pertama sebesar 20 juta yang merupakan permintaan dari pihak pertama.
Pasal V
·         Apabila pihak pertama tidak mampu membayar hutangnya sesuai dengan isi perjanjian dalam kurun waktu satu tahun maka pihak kedua diperbolehkan untuk mengelola tanah milik pihak pertama dengan ketentuan
jika hasil panen di tanah tersebut sudah mencapai  nominal yang setara dengan utang tersebut, maka dianggap kewajiban pihak pertama gugur”.
            Pasal VI
·         Pihak pertama dapat mengambil kembali sertifikat tanah tersebut apabila pembayaran hutang telah dilunasi sesuai dengan yang telah desepakati kedua belah pihak dalam perjanjian.
D.    Janji – Janji (Bila Ada).
Dalam perjanjian utang – piutang tersebut kedua belah pihak memiliki kesepakatan sebagai berikut :
“Selama tanah itu dijaminkan maka yang mengolah tanah tersebut adalah pihak pertama,namun apabila pihak pertama tidak mampu membayar hutang nya / wanprestasi maka pihak kedua lah yang mengelola tanah tersebut sampai hasil pengelolaan tanah tersebut setara dengan hutang si pihak pertama”
E.     Penguasaan Tanah & Pengelolaannya.
Penguasaan tanah dan pengelolaannya tetap pada pihak pertama, namun apabila terjadi wanprestasi maka pengelolaanya dilakukan oleh pihak kedua sampai hasil dari pengelolaan tanah tersebut setara dengan uang yang dipinjam oleh pihak pertama , dan untuk sertifikat tanah tersebut dibawa oleh pihak kedua namun tetap milik pihak pertama.
F.     Hasil Wawancara
·         Bagaimana upaya perlunasan yang terjadi?
Dengan mencicil selama satu tahun dengan cicilan Rp 1.750.000,- perbulan.
·         Bagaimana mekanisme publikasi jaminan tersebut ?
Karena yang melakukan perjanjian utang – piutang tersebut adalah orang desa maka, publikasinya hanya dalam ruang lingkup kedua belah pihak tersebut dan perjanjian tersebut tetap dianggap sebagai privasi kedua belah pihak.
·         Mengapa perjanjian tersebut dilakukan dibawah tangan, dan mengapa tidak tidak didaftar dibadan pertanahan?
Karena menurut kedua belah pihak menganggap jika harus didaftarkan terlebih dahulu itu terlalu ribet, serta mninimnya pengetahuan tentang tata cara pendaftaran dan juga biaya yang tidak sedikit dalam mendaftarkan perjanjian tersebut yang menjadi alasan tidak didaftarkannya prjanjian tersebut.
·         Bagaimana peran pejabat dan perangkat Desa sekitar?
Pejabat / perangkatdesa hanya berperan sebagai petugas pengukur tanah yang dijadikan jaminan utang – piutang dan yang berperan dalam hal ini adalah sekertaris desa (carek).
·         Bagaimana pengetahuan orang tersebut tentang jaminan dalam hukum positif dan hukum adat ?
Pengetahuan mereka kurang  tentang hukum positif akan perjanjian jaminan hutang – piutang  karena melihat keduanya adalah orang awam, dan apabila disinggung tentang hukum adat justru mereka paham yakni berupa kesepakatan antara kedua belah pihak dan juga berupa asas kepercayaan.
G.    Pendapat Pribadi
·         Setelah saya melakukan wawancara, kesimpulan yang saya peroleh bahwa perjanjian bawah tangan cenderung memiliki sifat merugikan bagi kedua belah pihak (kreditur dan debitur) karena apabila dihadapkan pada permasalahan hukum, perjanjian tersebut masih memiliki kekuatan hukum yang lemah. Perjanjian dapat memiliki kekuatan hukum apabila perjanjian tersebut dicatatkan pada pegawai notaris dan didaftarkan pada Badan / Kantor yang menangani permasalahan tersebut. Dampak negatif dari perjanjian bawah tangan antara kreditur dan debitur yang jelas dia tidak akan mendapat hak-haknya secara utuh ketika salah satu (kreditur / debitur) mengalami wanprestasi.
·         Menurut saya, praktek hutang piutang dengan jaminan sertifikat tanah di daerah pedesaan saat ini masih sering terjadi, dan kebanyakan prosesnya ini cenderung dalam lingkup bawah tangan tanpa mendaftarkan jaminan (bagi debitur) ke badan / kantor yang menangani terkait masalah ini. Banyak masyarakat yang beranggapan bahwasanya proses pendaftaran jaminan itu hanyalah sebagai pemborosan waktu, penambah biaya, beban, dan  masih beranggapan ketika dirinya memiliki hutang, pasti akan dilunasi, oleh karena itu, kebanyakan masyarakat desa sangat berfikir dengan matang ketika akan berhutang. Padahal, tujuan dari pencatatan jaminan ialah untuk melindungi hak-hak keduabelah pihak apabila terjadi wanprestasi , semua dapat diselesaikan dengan seadil – adilnya di Pengadilan.
·         Peran Pemerintah terkait sosialisasi pendaftaran jaminan sangat diperlukan bagi masyarakat awam, agar kedepannya masyarakat mau memahami betapa pentingnya proses pencatatan penjaminan tentang hutang piutang dan antara kreditur dan debitur dapat sama-sama nyaman ketika mengadakan perjanjian hutang piutang dengan melibatkan sebuah barang jaminan yang memiliki nominal skala besar.
·         Menanggapi permasalahan antara Ibu Wasilah dan Bapak Sudar, mungkin perjanjian tersebut masih sangat jauh dari sisi keadilan, khususnya bagi Bapak Sudar ( kreditur ), karena dalam perjanjiannya, ketika debitur mengalami wanprestasi, eksekusi dari kreditur hanyalah mengolah lahan dari debitur dan apabila hasil pengolahan tersebut telah mencukupi hutang dari debitur, maka hutang tersebut dianggap telah berakhir.
·         Sudut pandang normative
Apabila dilihat dari sudut pandang normatif, disini yang memiliki kerugian sangat besar  ialah debitur yang sedang mengalami wanprestasi. Karena, hak-haknya hilang, dan sangat jauh dari yang namanya sisi keadilan. Oleh karena itu, Pemerintah menekan pada seluruh masyarakat supaya apabila hendak melakukan hutang piutang dengan jaminan sertifikat tanah,  agar dicatatkan  pada kantor / badan pertanahan yang menangani urusan tersebut.
·         Sudut pandang sosiologis
Apabila dilihat dari sudut pandang sosiologis, hal ini dapat diambil jalan alternatif yang paling mudah untuk mendapatkan pinjaman uang yang berskala besar dengan proses yang cepat. Sehingga alasan banyak dari masyarakat pedesaan yang masih tetap menggunakan praktek hutang  piutang bawah tangan seperti ini, dan ataupun  biasanya hanya dengan asas kepercayaan. Alasan masyarakat masih tetap mempertahankan praktek seperti ini yaitu :
a)      Ketika sedang membutuhkan uang pinjaman, masyarakat hanya terfokus bagaimana caranya agar segera mendapatkan uang pinjaman yang sesuai dengan keinginannya, dan enggan ribet mengurus pendaftaran jaminan pada kantor / badan yang menangani masalah tersebut ( Badan pertanahan).
b)      Kurangnya pemahaman tentang pencatatan jaminan, belum mengerti manfaat ataupun usaha Pemerintah untuk melindungi hak-hak seseorang apabila mengalami wanprestasi.
 




   

           



1 komentar: