TUGAS
UTS HUKUM JAMINAN
ANALISIS
HUTANG PIUTANG BAWAH TANGAN
YANG
MENJADIKAN TANAH SEBAGAI JAMINAN
Nama : Muhammad Jamaludin Fakultas : Fasih
Nim : 2822133014 Jurusan : HK
V
Dalam perjanjian ini terdapat beberapa pihak yang terkait
dengan perjanjian utang – piutang . Adapun pihak – pihak yang terkait adalah :
Pihak pertama ( debitur) : Ibu Wasilah
Alamat :
RT 2 / RW 2, Dsn.Alas Malang, Ds.
Ngadirejo, Pogalan, Trenggalek
Umur :
45 tahun
Pihak kedua (kreditur) :
Bapak Sudar
Alamat : RT 2 / RW 2,
Dsn.Alas Malang, Ds. Ngadirejo, Pogalan, Trenggalek
Umur :
57 Tahun
A.
Latar Belakang Peminjaman
Sekitar 3 tahun yang lalu, Ibu Wasilah sedang
mengalami kesulitan keuangan ketika anaknya akan masuk ke Perguruan Tinggi, dikarenakan
kebutuhan pokok Ibu Wasilah saat itu juga banyak yang harus dipenuhi untuk
tetap mempertahankan bisnis dagangnya, akhirnya Ibu Wasilah mengambil inisiatif
untuk meminjam uang kepada Bapak Sudar, tak lain ialah tetangganya sendiri.
Demi memberikan rasa kepercayaan kepada bapak Sudar dengan tujuan agar
dipinjami uang sebesar Rp 20.000.000,-. Ibu Wasilah memberikan jaminan sebuah
sertifikat tanah yang berukuran 40m2 , dan bersedia mengangsur
hutangnya selama 1 tahun dengan biaya angsuran per bulan Rp 1.750.000,-
B.
Waktu Pembuatan Perjanjian
Penjaminan ini terjadi sekitar 3 tahun yang lalu, atau lebih
tepatnya pada bulan juli 2012.
C.
Hak dan Kewajiban Masing – Masing
Dalam masalah
hak dan kewajiban ini pihak pertama dan kedua membuat kesepakatan sebagai
berikut :
Pasal I
·
pihak pertama menjaminkan tanah seluas 40m2 yang berlokasi di Dsn.Ngadirejo – Desa
pogalan – RT 2 / RW 2 – Trenggalek.
·
Pihak kedua telah menerima jaminan tanah tersebut dari pihak
pertama sebagaimana yang disebut pada pasal I ayat 1.
Pasal
II
·
Jenis tanah tersebut berupa tanah persawahan yang memiliki luas 40m2
yang berlokasi di Dsn. Ngadirejo – Desa Pogalan – RT 2 / RW 2 –
Trenggalek.
·
Pihak pertama menyatakan bahwa tanah yang dijaminkan merupakan
tanah pribadi dan bukan hak / milik orang lain.
Pasal
III
·
Pihak pertama menjaminkan tanah tersebut sebagai jaminan atas
hutangnya
Pasal
IV
·
Pihak kedua telah menyerahkan uang kepada pihak pertama sebesar 20
juta yang merupakan permintaan dari pihak pertama.
Pasal
V
·
Apabila pihak pertama tidak mampu membayar hutangnya sesuai dengan
isi perjanjian dalam kurun waktu satu tahun maka pihak kedua diperbolehkan
untuk mengelola tanah milik pihak pertama dengan ketentuan
“jika hasil panen di tanah tersebut sudah
mencapai nominal yang setara dengan utang tersebut, maka dianggap kewajiban
pihak pertama gugur”.
Pasal VI
·
Pihak pertama dapat mengambil kembali sertifikat tanah tersebut
apabila pembayaran hutang telah dilunasi sesuai dengan yang telah desepakati
kedua belah pihak dalam perjanjian.
D.
Janji – Janji (Bila Ada).
Dalam
perjanjian utang – piutang tersebut kedua belah pihak memiliki kesepakatan
sebagai berikut :
“Selama
tanah itu dijaminkan maka yang mengolah tanah tersebut adalah pihak pertama,namun apabila pihak pertama
tidak mampu membayar hutang nya / wanprestasi maka pihak kedua lah yang
mengelola tanah tersebut sampai hasil pengelolaan tanah tersebut setara dengan
hutang si pihak pertama”
E.
Penguasaan Tanah &
Pengelolaannya.
Penguasaan
tanah dan pengelolaannya tetap pada pihak pertama, namun apabila terjadi
wanprestasi maka pengelolaanya dilakukan oleh pihak kedua sampai hasil dari
pengelolaan tanah tersebut setara dengan uang yang dipinjam oleh pihak pertama
, dan untuk sertifikat tanah tersebut dibawa oleh pihak kedua namun tetap milik
pihak pertama.
F.
Hasil Wawancara
·
Bagaimana upaya perlunasan yang
terjadi?
Dengan
mencicil selama satu tahun dengan cicilan Rp 1.750.000,-
perbulan.
·
Bagaimana mekanisme publikasi
jaminan tersebut ?
Karena
yang melakukan perjanjian utang – piutang tersebut adalah orang desa maka,
publikasinya hanya dalam ruang lingkup kedua belah pihak tersebut dan perjanjian tersebut tetap dianggap
sebagai privasi kedua belah pihak.
·
Mengapa perjanjian tersebut
dilakukan dibawah tangan, dan mengapa tidak tidak didaftar dibadan pertanahan?
Karena
menurut kedua belah pihak menganggap jika harus didaftarkan terlebih dahulu itu
terlalu ribet, serta mninimnya pengetahuan tentang tata cara pendaftaran dan
juga biaya yang tidak sedikit dalam mendaftarkan perjanjian tersebut yang
menjadi alasan tidak didaftarkannya prjanjian tersebut.
·
Bagaimana peran pejabat dan perangkat Desa sekitar?
Pejabat
/ perangkatdesa hanya berperan sebagai petugas pengukur tanah yang dijadikan
jaminan utang – piutang dan yang berperan dalam hal ini adalah sekertaris desa
(carek).
·
Bagaimana pengetahuan orang tersebut
tentang jaminan dalam hukum positif dan hukum adat ?
Pengetahuan
mereka kurang tentang hukum positif akan
perjanjian jaminan hutang – piutang
karena melihat keduanya adalah orang awam, dan apabila disinggung
tentang hukum adat justru mereka paham yakni berupa kesepakatan antara kedua
belah pihak dan juga berupa asas kepercayaan.
G.
Pendapat Pribadi
·
Setelah saya melakukan wawancara, kesimpulan yang saya
peroleh bahwa perjanjian bawah tangan cenderung memiliki sifat merugikan bagi
kedua belah pihak (kreditur dan debitur) karena apabila dihadapkan pada
permasalahan hukum, perjanjian tersebut masih memiliki kekuatan hukum yang
lemah. Perjanjian dapat memiliki kekuatan hukum apabila perjanjian tersebut
dicatatkan pada pegawai notaris dan didaftarkan pada Badan / Kantor yang
menangani permasalahan tersebut. Dampak negatif dari perjanjian bawah tangan
antara kreditur dan debitur yang jelas dia tidak akan mendapat hak-haknya
secara utuh ketika salah satu (kreditur / debitur) mengalami wanprestasi.
·
Menurut saya, praktek hutang piutang dengan jaminan
sertifikat tanah di daerah pedesaan saat ini masih sering terjadi, dan
kebanyakan prosesnya ini cenderung dalam lingkup bawah tangan tanpa
mendaftarkan jaminan (bagi debitur) ke badan / kantor yang menangani terkait
masalah ini. Banyak masyarakat yang beranggapan bahwasanya proses pendaftaran
jaminan itu hanyalah sebagai pemborosan waktu, penambah biaya, beban, dan masih beranggapan ketika dirinya memiliki
hutang, pasti akan dilunasi, oleh karena itu, kebanyakan masyarakat desa sangat
berfikir dengan matang ketika akan berhutang. Padahal, tujuan dari pencatatan
jaminan ialah untuk melindungi hak-hak keduabelah pihak apabila terjadi
wanprestasi , semua dapat diselesaikan dengan seadil – adilnya di Pengadilan.
·
Peran Pemerintah terkait sosialisasi pendaftaran jaminan
sangat diperlukan bagi masyarakat awam, agar kedepannya masyarakat mau memahami
betapa pentingnya proses pencatatan penjaminan tentang hutang piutang dan
antara kreditur dan debitur dapat sama-sama nyaman ketika mengadakan perjanjian
hutang piutang dengan melibatkan sebuah barang jaminan yang memiliki nominal
skala besar.
·
Menanggapi permasalahan antara Ibu Wasilah dan Bapak
Sudar, mungkin perjanjian tersebut masih sangat jauh dari sisi keadilan,
khususnya bagi Bapak Sudar ( kreditur ), karena dalam perjanjiannya, ketika
debitur mengalami wanprestasi, eksekusi dari kreditur hanyalah mengolah lahan
dari debitur dan apabila hasil pengolahan tersebut telah mencukupi hutang dari
debitur, maka hutang tersebut dianggap telah berakhir.
·
Sudut pandang normative
Apabila dilihat dari sudut pandang normatif, disini yang
memiliki kerugian sangat besar ialah
debitur yang sedang mengalami wanprestasi. Karena, hak-haknya hilang, dan
sangat jauh dari yang namanya sisi keadilan. Oleh karena itu, Pemerintah
menekan pada seluruh masyarakat supaya apabila hendak melakukan hutang piutang
dengan jaminan sertifikat tanah, agar
dicatatkan pada kantor / badan pertanahan
yang menangani urusan tersebut.
·
Sudut pandang sosiologis
Apabila dilihat dari sudut pandang sosiologis, hal ini
dapat diambil jalan alternatif yang paling mudah untuk mendapatkan pinjaman
uang yang berskala besar dengan proses yang cepat. Sehingga alasan banyak dari
masyarakat pedesaan yang masih tetap menggunakan praktek hutang piutang bawah tangan seperti ini, dan
ataupun biasanya hanya dengan asas
kepercayaan. Alasan masyarakat masih tetap mempertahankan praktek seperti ini
yaitu :
a) Ketika sedang membutuhkan uang pinjaman,
masyarakat hanya terfokus bagaimana caranya agar segera mendapatkan uang
pinjaman yang sesuai dengan keinginannya, dan enggan ribet mengurus pendaftaran
jaminan pada kantor / badan yang menangani masalah tersebut ( Badan
pertanahan).
b) Kurangnya pemahaman tentang pencatatan
jaminan, belum mengerti manfaat ataupun usaha Pemerintah untuk melindungi
hak-hak seseorang apabila mengalami wanprestasi.
Nilai 70
BalasHapus